Rabu, 24 Agustus 2016

Sajak Untuk Malaikat Kecil Ku

AIRA AFICENNA...

Hi Aira...
Malaikat kecil berbalut harum nya surga yang kini bersemayam dalam gubuk kecilku..
Malikat kecil yang mulai mengepakan sayap sayap kecil nya...
Malaikat kecil yang membuat kokoh hati seorang perempuan yang kini lara bagai raga tanpa jiwa..

Hi Aira...
Kehadiran mu membawa senyum dan canda tawa ceria, menjadikan gubuk yang sepi menjadi indah penuh canda tawa.
Malaikat kecilku....
Ku harap kau akan selalu bertahan menjadi malaikat yang mengepakkan sayap sayap indah mu.
Kamu terlahir bagai anugrah terindah untuk seorang perempuan yang kini tak lagi merasakan detak jantung nya.

Aira...
Kamu adalah kekutan terindah dan terbalut lembut yang ku rasakan. Namun, mengapa kini nasib mu sangat pilu?
Entah mengapa kini senyum kecil cantik mu itu menjadi tetes air mata untuk ku.
Airmata bahagia dan pilu yang tak dapat ku ungkap dengan ribuan kata.

Aira...
Tumbuhlah menjadi malaikat yang mampu membentangkan sayap nya dengan luas..
Tumbuhlah menjadi insan yang berguna...
Tumbuhlah dengan cinta yang tak akan pernah habis di makan usang nya waktu...

Aira...
Meski jiwa tak lagi menyatu dengan raga, meski jantung tak lagi berdetak. Takan ku biarkan duri duri menyakitimu..
Dalam asa berbalut luka pun kan ku peluk erat kamu..
Kan ku basuh luka yang pernah ada...luka yang kau rasa dalam usia mu yang sunggu tak pantas tergoreskan luka..

Aira...
Tumbuhlah bagai matahari yang menghangatkan setiap jiwa yang dingin..
Tumbuhlah sebagai nafas untuk jiwa yang mati...
Tumbuhlah sebagai detak bagi jantung yang tak lagi berdetak...

Untuk mu malaikat kecilku

                                                                                                                                         AIRA
Tidak ada kamu dan kata untuk ku rangkai lagi
Tidak ada kertas dan pena untuk menulis
Karna hanya ada kamu dan dia yang bercerita.
Dan aku yang terdiam mendengar cerita itu.
Menyimaknya tanpa berkomentar sedikitpun
Sebab mulut ini sudah bungkam
Dan hati ini tak lagi utuh.
Hingga hanya mata ini yang bisa berkata lirih.

Rabu, 10 Agustus 2016

Jarak

Aku melepaskan jejak, menghindari hal-hal tak masuk akal. Sebelum ku titih rasa menjadi asa.
Sedang semua masih samar terasa
Lebih baik ku membisu, mendamaikan hati dengan membaca kalam ILLAHI
Daripada berjibaku dengan ketidakpastian yang menggerogoti

Aku tak ingin tenggelam lebih dalam, menghasut diri demi sebuah perasaan yang tak terdefinisikan
Karna aku takut salah dalam mengartikan
Kamu dan Cinta, apa terpaut didalam jiwa ?
Entah.....
Biar kurentangkan jarak antara kita,
Biar semua kini menjadi misteri Tuhan
Hingga Dia menjawab dengan cara Nya
Karna jarak tak pernah menghalangi cinta
Jika harus bersama, maka kita akan kembali di titik pertemuan yang abadi
percayalah !!
Seseorang datang padaku
Mendengar keluhku
Membasuh lukaku
Menawarkan kebahagiaan
Tapi aku teramat takut
Bila kubuka diriku
Menerima kehadirannya
Ternyata dia sama saja
Aku takut bila nantinya dia kan melukakan

Seandainya ini mudah
Jatuh cinta lalu melupakan yang terdahulu
Tapi aku tak bisa
Bukan karnaku terlalu cinta
Hanya saja ku tak punya nyali untuk mempersilahkan yang lain menghampiri
Aku takut bila suatu waktu aku ditinggalkan lagi

Aku tak punya nyali untuk hatiku
Mempercayai seseorang lagi
Aku terlalu takut kehilangan
Yang mengharuskan untuk bisa ikhlas

Aku takut bila awalnya sesorang itu terlihat baik tingkahnya
Namun akhirnya ia sebrengsek yang lalu
Aku takut
Aku tak punya nyali untuk perkenalan
Pendekatan atau pun jadian
Aku takut semua jadi mudah berjanji
Namun akhirnya mengingkari

Untuk hatiku
Jiwaku, ragaku
Dan diriku
Biarlah waktu yang Membawa harapan itu kembali nyata
Kebahagiaan itu milik siapa saja
Termasuk aku
Bila takutku menjauhkan pada jodohku
Kuharap Tuhan memberiku jalan terang
Bahwa sudah wKtunya
Aku kan bersiap untuk itu